“Lebih baik kalau kamu dicintai laki- laki, karena lama-lama kamu pasti bisa luluh dan nanti kamu juga bisa mencintai dia… daripada kamu mencintai dan mengejar laki-laki… kalau nggak bersambut nanti kamunya yang sakit…”
Buat yang merasa dirinya perempuan: Pernah menerima advice semacam itu dari sahabat wanita atau ibu anda? Nasehat itu ada benarnya, tapi tidak bisa juga disebut 100% benar…
Sebuah relationship disebut “relationship” karena hubungan itu dijalin oleh 2 orang yang terlibat di dalamnya. Ada 2 pihak yang “saling”, bukan hanya 1 pihak saja. Relationship adalah bentuk hubungan 2 arah, bukan hanya 1 arah. Jika hanya 1 pihak yang mencintai, apakah itu bisa disebut sebagai relationship? Jika hanya 1 pihak yang memberi dan pihak lainnya hanya terus menerima, apakah itu bisa disebut sebagai relationship?
Adanya tekanan dari lingkungan sosial maupun dari keinginan pribadi untuk segera mempunyai pasangan dan menikah, seringkali membuat wanita menjadi terburu-buru untuk memulai hubungan dan atau meresmikan hubungan dengan pria. Bahkan sekarang, pihak wanita yang bergerak lebih dulu untuk “menembak” atau menyatakan perasaannya kepada pihak pria juga sudah tidak dianggap hal yang tabu lagi seperti dahulu. Sementara itu, ada juga para wanita yang memegang prinsip bahwa sudah sewajarnya pria-lah yang memulai dan “memperjuangkan” wanita, bukan sebaliknya.
Nasehat seperti yang tertulis di atas itulah salah satu buktinya. Alasan mengapa nasehat itu sebagian benar, karena pada dasarnya seorang pria diciptakan untuk menjadi pemimpin, untuk menjadi kepala keluarga. Pria memang didesain untuk menjadi seorang “pejuang”. Jika seorang pria mempunyai satu tujuan dan dia melihat bahwa sesuatu itu penting untuk diperjuangkan, maka dia akan maju dan “berjuang” dengan sendirinya. Hal ini juga berlaku dalam relationship dan hubungan dengan wanita.
Seorang pria mungkin membutuhkan nasehat dan dorongan dari pihak lain dalam memulai serta membina hubungan dengan wanita yang dia ingin dekati, karena tidak semua pria terbiasa bergaul dengan banyak temanwanita atau mengetahui bagaimana cara bersikap pada seorang wanita yang spesial. Namun ini adalah sebuah proses yang wajar, yang harus dilalui oleh seorang pria, agar dia dapat bersikap seperti seharusnya seorang pria bersikap. Jika pihak wanita terburu-buru dan mengambil alih tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh pria, ada beberapa konsekuensi yang mungkin akan menjadi sesuatu yang mengganjal di hati salah satu pasangan atau keduanya dan menjadi masalah di kemudian hari, karena hal ini tidak sesuai dengan rancangan awal Tuhan mengenai peranan pria dan wanita.
Nasehat itu juga tidak sepenuhnya benar, karena sebuah relationship merupakan hubungan yang dijalin oleh seorang pria dan wanita yang saling mencintai. Mungkin nasehat di atas populer pada generasi orang tua atau kakek nenek kita, terutama saatseorang wanita ingin memutuskan dengan siapa dia akan menikah. Namun menuruti nasehat itu sepenuhnya juga bisa berarti gambling, karena jika seorang wanita mau saja menikah asalkan pihak prianya “cinta mati” pada dia (sementara dia tidak mempunya perasaan apapun), dia tidak tahu pasti apakah nantinya dia juga akan mencintai pria ini atau tidak. Kalau iya bagus, tapi kalau tidak? Padahal pernikahan adalah komitmen seumur hidup… 24 jam sehari, 7 hari seminggu, setiap hari mereka akan terbangun di tempat tidur yang sama… apakah bukan “penderitaan” namanya jika kita terpaksa harus menghabiskan sisa hidup kita dengan seseorang yang tidak kita cintai? Belum lagi konsekuensi psikologis yang mungkin timbul karena pasangan anda merasa tertipu ketika mengetahui bahwa anda tidak pernah mencintainya…
Memang cinta bukanlah satu-satunya alasan untuk menikah, cinta juga bukan satu-satunya dasar bagi sebuah relationship, karena dalam pernikahan, cinta harus bergandengan tangan dengan komitmen, saling menghormati dan tanggung jawab. Namun tanpa cinta, sebuah relationship bukanlah relationship yang dalam dan bermakna… karena Tuhan menginginkan seorang pria dan seorang wanita yang Dia satukan dalam pernikahan dapat hidup berbahagia, dan rancanganNya tentang pernikahan itu indah. Mengapa kita mau menerima kualitas yang tidak terlalu baik padahal Tuhan ingin kita menikmati kualitas yang terbaik?
Mencintai atau dicintai? Dua-duanya adalah pilihan yang tepat jika anda mengalaminya secara bersamaan dengan satu orang yang tepat…
Note: diambil dari e-mail yang dikirim oleh adikku tercinta. Thanks, yah..Aku pernah mencintai dan dicintai. Kalau hingga kini aku belum menemukan seseorang yang tepat, aku tetap percaya janji Allah. Bahwa Dia-lah yang akan memberikan yang terbaik :).
1 comment:
tapi tidak mudah lho lia..
Post a Comment