Saturday, October 15, 2005

Cinta dan Sejuta Pengampunan

Hari Jumat kemarin (14 Oktober 2005), aku nggak bisa dateng mentoring, karena harus ngelanjutin praktikum Farmakokinetik dan Fitokimia. Praktikum Farmakokinetik selesai jam 2-an, trus turun ke himpunan untuk fotokopi bahan jurnal tablet. Habis itu ke lantai 2, nunggu pemantauan ekstrak di Fitokimia sampai jam 5 kurang 15 menit. Wah, sialnya, pas mau ngeringin kertas Whatman, kertasnya terbabit kipas angin. Hiks, sedih sekaligus malu. Kayaknya lagi nggak konsen dari tadi sih. Air di hidung sudah naik turun dari tadi, dan badan panas dikit. Begitu lihat kipas angin, langsung terpikir untuk ngeringin kertas + ngademin diri. Tapi malah....
Oya, kemaren dapat suplemen Ramdhan dari teh Rika. Malu deh, udah nggak dateng mentoring, trus malah repot nganterin suplemen ke lab. Judulnya Cinta dan Sejuta Pengampunan. Ini kutipan isinya:

Kita adalah kumpulan waktu yang makin menipis dari hari ke hari. Perjalanan waktu yang kita tempuh pun makin menyusut. Karenanya, jatah waktu kita makin sedikit. Inilah yang dinamakan kesempatan hidup dan berbuat. Kelak kita diberi kesempatan untuk menuai hasilnya. Hidup di dunia (bagi manusia) bagaikan perjalanan. Bagi kita yang sudah menempuh jarak ± 20-30an tahun, tentu banyak menemukan berbagai pengalaman berharga. Namun yang pasti, setiap perjalanan memerlukan sarana. Perjalanan seseorang juga tak mungkin dilakukan tanpa istirahat dan bekal. Kita yang berjalan kaki, dalam menempuh sebuah tujuan pun memerlukan minum dan makan. Mobil yang kita tumpangi juga perlu diisi bahan bakar. Proses ini kita namakan: pembekalan.
Salah satu karunia Allah yang berharga adalah Ramadhan, bulan pembekalan. Bahwa setiap tahun kita diberi kesempatan. Apa yang terjadi dalam menempuh jarak perjalanan yang kita sendiri kurang tahu panjang pendeknya? Kita hanya tahu tujuan akhirnya saja. Bahkan kita pun tak mengetahui, kapan kita sampai di tempat tujuan tersebut. Peristiwa-peristiwa sepanjang perjalanan tersebut menjadi ghaib kecuali yang telah kita lewati. Semua terhijab. Perjalanan berat ini perlu kesiapan mental yang kuat. Karena bisa jadi kita tersesat di tengah jalan atau melakukan kesalahan yang kadang mengakibatkan kendaraan jadi rusak. Ke mana kita mencari bengkel?
Hanya satu: Allah. Karena hanya Dia yang mencipta dan mengetahui secara detail tentang kita. Lalu, bagaimana kita berinteraksi dengan Allah secara efektif? Bukankah Allah membuka pintu rahmah dan maghfirah-Nya setiap saat?
Bulan Ramadhan merupakan peluang emas. Allah mengistimewakan bulan ini. RahmahNya diluaskan, pengampunanNya dibentangkan. Barang siapa mengejarnya, serius memohon dengan segenap azam, Allah berjanji akan memenuhinya. Bukannya Allah yang menyuruh kita untuk berdoa? Bukannya Dia juga yang berjanji mengabulkannya? Bukannya Dia pula yang memberitahu kedekatan itu? Dekat tanpa jarak dan perantara. (QS. 2: 186)
Bulan yang pintu perbaikan senantiasa dibuka. Dengan segala kelapangan Allah menerima siapa saja. Bagi pemburu kebaikan, Allah mempersilakan. Bagi pelaku dosa, Dia bersedia mengulurkan maghfirahNya. Lantas, syaithan manakah yang menbisikkan keputusasaan itu? Bukankah syaithan pun terbelenggu di bulan ini? Itu hanya bisikan nafsu yang terbiasa dengan buaian hawa dan kelezatan fana. Atau keraguan yang sempat bersemi di hati yang sedang sakit. Bukankah hati seperti ini perlu siraman. Ke mana lagi hendak dicari , jika bukan mulai saat ini. Hanya satu yang tak diberi kesempatan, mereka yang berputus asa dari rahmat-Nya. Sungguh bodoh orang yang tak mau memanfaatkan bila Allah telah menyediakan bekal perjalanan sementara kita tidak mau mengambilnya. Atau tak mampu karena keterlambatan dan keteledoran yang kita lakukan.
Jangan sampai kita termasuk orang yang disabdakan Nabi SAW. ”Merugilah orang yang menjumpai Ramadhan, sedang dosanya belum diampuni.” Jika kita beristighfar setiap hari seratus kali, selama bulan Ramadhan, akan terkumpul istighfar sebanyak 3000 kali pada bulan ini. Namun bila Allah memberi kesempatan kita untuk bertemu dengan lailatul qadar, koleksi istighfar kita akan mencapai 3.000.000 selain 3000 yang telah kita hitung. Dengan sejumlah istighfar tersebut akankah dapat menebus kesalahan dan kekhilafan yang pernah kita lakukan? Enggan bersyukur. Maksiat mata yang mengkhianati kebesaranNya. Dosa lidah yang tajam melukai kelembutan cintaNya pada makhlukNya. Telinga yang mendengar pergunjingan kemungkaran. Kaki yang melakukan kezhaliman. Tangan yang menghalangi kebaikan. Belum segudang gerutu hati mengomentari keputusan dan takdirNya. Allah tak perlu angka-angka di atas. Itu hanya refleksi keleluasaan cintaNya dalam memotivasi hambaNya untuk melawan keputusasaan. Bukankah kelipatan tersebut hanya Dia yang paham? Kita hanya diberitahu perkiraan saja.

No comments: